Dalam kondisi biji mataku senantiasa kujepitkan pada sela jendela itu buat memandang lebih jelas lagi kondisi dalam rumah itu, dibenak aku timbul ciri tanya apa itu badan istrinya Azis ataupun Azis sendiri ataupun orang lain. Apa dia lagi melihat kegiatan Televisi ataupun lagi memutar VCD porno, karena sedikit terdengar terdapat suara Televisi seakan film yang diputar.
Pertanyaanpertanyaan seperti itu yang senantiasa mengusik pikiranku hingga kesimpulannya saya kembali ke depan pintu semula serta berupaya mengetuknya kembali. Tetapi baru saja sekali aku ketuk, pintunya tibatiba terbuka lebar, sehingga saya sedikit kaget serta lebih kaget lagi sehabis melihat kalau yang berdiri di depan pintu merupakan seseorang perempuan muda serta menawan dengan baju sedikit terbuka sebab badannya cuma ditutupi kain sarung. Itupun cuma bagian bawahnya saja.
Selamat siang, kembali aku ulangi kalimat penghormatan itu.
Ya, siang, jawabnya sembari memandang wajah aku seakan malu, khawatir serta kaget.
Dari mana Pak serta cari siapa, tanya perempuan itu.
Maaf dik, numpang tanya, apa betul ini rumah Azis, tanya aku.
Betul sekali pak, dari mana yah? tanya perempuan itu lemah lembut.
Aku tinggal tidak jauh dari mari dik, aku mau ketemu Azis. Dia merupakan sahabat lama aku sewaktu kami samasama duduk di SMA dahulu, lanjut aku sembari menyodorkan tangan aku buat menyalaminya. Perempuan itu mebalasnya serta tangannya terasa lembut sekali tetapi sedikit hangat.
Oh, yah, syukur jika begitu. Nyatanya dia memiliki sahabat lama di mari serta dia tidak sempat ceritakan padaku, perkataannya sembari mempersilahkanku masuk. Sayapun langsung duduk di atas sofa plastik yang terdapat di ruang tamunya sembari mencermati kondisi dalam rumah itu, tercantum letak tempat tidur serta TVnya guna mencocokkan dugaanku sewaktu mengintip tadi
Cuma berselang sebagian dikala, perempuan itu telah keluar kembali dalam kondisi berpakaian sehabis sebelumnya tidak mengenakan pakaian, apalagi dia bawa secangkir kopi serta kue kemudian diletakkan di atas meja kemudian mempersilahkanku mencicipinya sembari tersenyum.
Maaf dik, jika boleh aku tanya, apa adik ini kerabat dengan Azis? tanyaku penuh kekhawatiran kalaukalau dia tersinggung, walaupun aku semenjak tadi menebak jika perempuan itu merupakan istri Azis.
Aku kebetulan istrinya pak. Semenjak 3 tahun kemudian aku melakukan perkawinan di Kalimantan, tetapi Tuhan belum mengaruniai seseorang anak, jawabnya dengan jujur, apalagi pernah dia cerita panjang lebar menimpa latar balik perkawinannya, asal usulnya serta tujuannya ke Kota ini.
Sehabis aku menyimak ulasannya menimpa dirinya serta kehidupannya bersama Azis, aku bisa mengambil kesimpulan kalau perempuan itu merupakan suku di Kalimantan yang asal usul keturunannya pula berasal dari suku di Sulawesi. Dia kawin dengan Azis atas bawah jasajasa serta budi baik mereka tanpa didasari rasa cinta serta kasih sayang yang mendalam, semacam halnya yang mengenai keluarga aku.
Dia senantiasa berupaya serta berjuang buat menggali nilainilai cinta yang terdapat pada mereka berdua siapa ketahui nanti dapat dibentuk.
Jika ke kampung umumnya jam berapa datang di mari, tanyaku lebih lanjut.
Dekat jam 8. 00 ataupun 9. 00 malam, jawabnya sembari menoleh ke jam bilik yang bergantung dalam ruangan itu. Sementara itu dikala ini tanpa terasa jarum jam telah menampilkan jam 7. 00 malam.
Tidak lama sehabis itu, dia nampaknya buruburu masuk ke ruang dapur, bisa jadi dia ingin mempersiapkan makan malam, tetapi aku teriak dari luar jika aku baru saja makan di rumah serta melarangnya dia repotrepot mempersiapkan makan malam.
Tetapi dia senantiasa menyalakan kompornya kemudian memasak seakan tidak menginginkan saya kembali dengan kilat. Tidak lama setelah itu, iapun kembali duduk di depan aku melanjutkan perbincangannya. Sayapun tidak kehilangan bahan buat menemaninya. Mulai dari soalsoal pengalaman kami di kampung sewaktu kecil sampai soal rumah tangga kami masingmasing.
Ti.. Ti.. Dak bisa jadi aku jalani itu dik, tetapi emangnya jika aku ngintip mengapa? kataku terbatabata, maklum aku tidak biasa bohong.
Tidak permasalahan, hanya itu tadi, aku jika tidur tidak sering gunakan busana, terasa panas. Tetapi perasaan aku berkata jika terdapat orang tadi yang mengintipku melalui jendela sewaktu saya tidur.
Makanya aku terbangun bertepatan dengan ketukan pintu ayah tadi, ulasnya curiga tetapi senantiasa dia ketawaketawa sembari memandangiku.
Meter.. Mmaaf dik, sejujurnya aku pernah mengintip melalui sela jendela tadi berhubung aku sangat lama mengetuk pintu tetapi tidak terdapat jawaban. Jadi aku mengintip cuma buat membenarkan apa terdapat ataupun tidak terdapat orang di dalam tadi.
Aku tidak memiliki iktikad apaapa, kataku dengan jujur, siapa ketahui dia betul melihatku tadi, saya dapat dikatakan pembohong.
Jadi apa yang ayah amati tadi sewaktu mengintip ke dalam? Apa ayah pernah melihatku di atas tempat tidur dengan telanjang bundar? tanyanya penuh selidik, walaupun dia masih senantiasa senyumsenyum.
Aku tidak pernah memandang apaapa di dalam kecuali cuma kilatan sinar Televisi serta sepotong kaki, tegasku sekali lagi dengan terus cerah.
Tidak apaapa, aku yakin perkataan ayah saja. Lagi pula sekiranya ayah melihatku dalam kondisi tanpa busana, ayah tentu tidak heran, serta bukan soal baru untuk ayah, sebab apa yang terdapat dalam badan aku pasti sama dengan kepunyaan istri ayah, yah khan? ulasnya penuh canda. Kemudian dia berlari kecil masuk ke ruang dapur buat membenarkan apa nasi yang dimasaknya telah matang ataupun belum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar